Jumat, 11 Maret 2016

Etika Berbisnis | Tugas 2 Aspek Hukum dalam Ekonomi (Softskill)

Dalam penulisan kali ini saya akan membahas bagaimana etika dalam berbisnis.

Pengertian Etika dan Bisnis

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita, karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain maka diperlukan etika untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Etika itu sendri memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.
            Bisnis ialah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu.


Pengertian Etika dalam Berbisnis

            Etika bisnis adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan cara melakukan kegiatan bisnis yang mencakup seluruh aspek yang masih berkaitan dengan personal, perusahaan ataupun masyarakat. Etika dalam berbisnis bisa dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang tata cara ideal dalam pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal secara ekonomi maupun sosial. Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.

Tujuan etika dalam Berbisnis

            Adapun tujuan etika dalam berbisnis yaitu membuat batasan- batasan para perilaku bisnis untuk menjalankan bisnis yang terbaik dan tidak melaksanakan bisnis kotor yang akan merugikan orang lain atau pihak yang terkait dalam bisnis tersebut.
Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis, dan oleh karenanya membawa serta tanggungjawab etis bagi pelakunya.

Prinsip etika dalam berbisnis

Etika dalam berbisnis mempunya prinsip- prinsip untuk mencapai tujuan yang diinginkan para pelaku bisnis untuk mencegah terjadinya ketimpangan dalam memandang moral sebagai standar kerja.
 Menurut Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1.)       Prinsip otonomi
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.

2.)       Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.

3.)       Prinsip tidak berniat jahat
Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.

4.)    Prinsip keadilan
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis.

5.)       Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.

Kendala- Kendala dalam Pencapaian Tujuan Etika dalam Berbisnis

Pencapaian tujuan etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis

2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.

3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.

4. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.

5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen.

Larangan – Larangan Etika dalam Berbisnis

Jika berbicara mengenai etika, maka yang terlintas adalah apa yang boleh dan apa yang dilarang. Untuk itu hal-hal yang dilarang dalam bisnis adalah sebagai berikut:
1.Menyembunyikan harga kini
Dalam hal ini Rasulullah bersabda yang artinya:
“dari Thowus, dari Ibnu Abbas RA berkata: Bersabda Rasullullah SAW “Janganlah kamu menjemput para pedagang yang membawa dagangan mereka sebelum diketahui harga pasaran dan janganlah orang kota menjual barang yang diketahui orang desa”.Aku bertanya kepada Ibnu Abbas: “Apa yang dimaksud dari sabda Rosul? Jawab Ibnu Abbas,”Maksudnya,janganlah orang kota menjadi perantara bagi orang desa”.

2.Riba
Dalam berbisnis hendaklah harus bersih dari unsur-unsur riba yang telah jelas-jelas dilarang oleh Allah.sebaliknya menggalakkan jual beli dan investasi.

3.Menipu
Islam mengharamkan penipuan dalam semua aktivitas manusia,termasuk dalm kegiatan bisnis dan jual beli.memberikan informasi yang tidak benar, mencampur barang yang baik dengan buruk termasuk dalam kategori penipuan.

4.Mengurangi timbangan dan takaran
Salah satu cermin keadilan adalah menyempurnakan timbangan dan takaran.inilah yang sring diulang dalan Al-Quran”Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar,dan timbanglah dengan neraca yang benar itulah lebih utama bagimu dan baik akibatnya.”

5. Mengukur Pembayaran Utang
Islam yang mewajibkan sikap adil dengan melunasi utang jika sudah sanggup membayarnya,agar terlepas tanggungjawabnya.Jika seseorang mampu membiayai utang tetapi ia tidak melakukannya maka ia bertindak zalim.

6.Menjual Belikan yang Haram
Barang yang diperjual belikan haruslah barang yang halal baik zat maupun sifat-sifatnya,bukan memperdagangkan barang-barang yang telah diharamkan oleh Allah.

7.Ihtikar
Islam memberikan jaminan kebebasan pasar dan kebebasan individu untuk melakukan bisnis,namun islam melarang perilaku mementingkan diri sendiri,mengeksploitasi keadaan yang umumnya didorong oleh sifat tamak sehingga menyulitkan dan menyusahkan orang banyak.

8.Memakai sistem ijon
Akad jual beli yang mengandung unsur-unsur gharar dapat menimbulkan perselisihan,karena barang yang diperjualbelikan tidak diketahui dengan baik sehingga dapat dimungkinkan mengandung unsur penipuan

Yang diperbolehkan dan halal untuk berbisnis

1. Tabadul al-manafi’ (tukar-menukar barang yang bernilai manfa’at);
2. ‘An taradlin (kerelaan dari kedua pihak yang bertransaksi dengan tidak ada paksaan);
3. ‘Adamu al-gharar (tidak berspekulasi yang tidak jelas / tidak transparan),
4. ‘Adamu Maysyir (tidak ada untung-untungan atau judi seperti ba ‘i al-hashat yi: melempar barang dengan batu kerikil dan yang terkena lemparan itu harus dibeli, atau seperti membeli tanah seluas lemparan kerikil dengan harga yang telah disepakati, dan ba ‘i al-lams yi: barang yang sudah disentuh harus dibeli),
5. ‘Adamu Riba (tidak ada sistem bunga-berbunga),
6. ‘Adamu al-gasysy (tidak ada tipu muslihat), seperti al-tathfif (curang dalam menimbang atau menakar),
7. ‘Adamu al-najasy (tidak melakukan najasy yaitu menawar barang hanya sekedar untuk mempengaruhi calon pembeli lain sehingga harganya menjadi tinggi),
8. Ta ‘awun ‘ala al-birr wa al-taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa),
9. Musyarakah (kerja sama).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar